Pada awalnya, aplikasi yang dibuat oleh developer bisa jalan di lokal atau hosting pribadinya. Masalah timbul ketika dipindah ke server klien, terkadang bisa tidak langsung jalan karena konfigurasinya berbeda. Oleh karena itu kita harus atur ulang sistem operasi, library, dan konfigurasi lainnya sehingga aplikasi bisa berjalan dengan lancar. Belum lagi urusan birokrasi keamanaan di tempat mereka. Pernah mengalami hal ini?

Tetapi setiap masalah pasti ada jawabannya. Apalagi di zaman sekarang ini, semuanya serba ada.

Docker, suatu perusahaan yang juga merupakan nama platform perangkat lunak yang diluncurkan pada tahun 2011 oleh Solomon Hykes dan Sebastien Pahl, memberikan solusi berupa kontainer yang bisa berjalan di Sistem Operasi Windows, Mac, dan Linux.

Seperti kontainer di pelabuhan, di situ berisi aplikasi anda, library (pustaka), dan berbagai konfigurasi yang dibutuhkan sehingga aplikasi anda bisa berjalan dengan baik ketika dipindahkan ke server manapun.

Docker ini diinstall di setiap server atau vm (virtual machine) untuk menjalankan dan mengatur kontainer-kontainer tersebut. Jadi docker itu seperti versi ringannya dari vm. Kontainer yang sudah anda buat pasti bisa dijalankan di vm manapun yang sudah terinstall docker dengan lebih cepat.

Kelebihannya lagi, docker bisa dimanfaatkan untuk scale up dan scale down otomatis untuk optimasi resource. Dengan menggandeng Kubernetes buatan Google, kontainer-kontainer tersebut bisa didistribusi ke berbagai vm ketika pengunjung (traffic) membludak, dan ketika traffic sudah turun, kontainer tersebut bisa dinonaktifkan untuk mengurangi resource dari berbagai vm tersebut. Dan ini sangat membantu sekali bagi mereka, para startup dalam mengatur budget.

Silahkan langsung ke websitenya docker.com